Monday, April 27, 2015

Permainan tradisional Lampung



Permainan merupakan salah satu media dalam mempererat tali persaudaraan. Selain itu, permainan merupakan salah satu media komunikasi serta salah sat media untuk saling mengenal antar masyarakat.
Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya, mulai dari adat istiadat, tata krama, hingga dalam hal permainan tradisionalnya. Salah satu permainan tradisional yang ada di Provinsi Lampung ialah Kakhecekhanatau disebut juga “Tukar Selendang”.
Permainan ini biasa dilakukan oleh muda-mudi di Lampung. Tujuan diadakannya permainan ini adalah agar para peserta permainan ini dapat mengenal satu sama lain. Selain itu juga, diadakannya permainan ini bertujuan untuk mencari jodoh.
Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memperkenalkan salah satu kearifan lokal yang ada di Provinsi Lampung yaitu berupa permainan tradisional yang disebut dengan “Kakhecekhan” atau “Tukar Selendang”.
Melalui makalah ini, penulis akan memperkenalkan tentang salah satu kearifan lokal yang ada di Provinsi Lampung sehingga masyarakat yang ada di luar Lampung juga dapat mengetahui salah satu kearifan lokal yang ada di Lampung ini.
Jaman dulu, di kampung-kampung, orang tua kita memiliki mekanisme yang menarik untuk proses perjodohan. Melalui proses yg tidak melanggar kaidah-kaidah agama maupun nilai-nilai di masyarakat. Bagaimana mereka melakukannya? Dari sekian banyak mekanisme itu, saya berikan satu contoh. Kita sebut saja dengan permainan 'tukar selendang'--ada banyak istilah menyebut permainan ini, tapi karena menggunakan bahasa lokal, lebih baik saya cari nama yang lebih mudah dipahami.
Jadi, katakanlah akan ada sebuah pernikahan, dengan kedua calon mempelai datang dari kampung yang berbeda. Maka, ramai sudah rumah calon pengantin tempat berlangsungnya acara itu. Banyak kerabat datang, tetangga datang, yang dekat, yang jauh, semua bersilaturahmi, bahkan beberapa hari sebelum acara pernikahan sudah ramai. Maka, orang-orang tua, daripada anak-anak muda mereka berkenalan tanpa kendali, bisa menjurus macam-macam, memutuskan membuat acara ini: 'tukar selendang'. Di lakukan di malam hari, lepas shalat Isya, di ruangan besar rumah panggung. Tikar dihamparkan, sebuah tep (tape/radio) untuk memutar kaset diletakkan di tengah ruangan, tidak ketinggalan pengeras suara. Muda-mudi, yang datang dari pihak mempelai, tetangga, kerabat, atau memang sengaja datang ingin melihat keramaian, dipersilahkan duduk terpisah. Yang cowok, bujang-bujang tampan, duduk rapi di satu sisi, sementara yg cewek, gadis-gadis cantik, duduk rapi di sisi lainnya, saling berhadap-hadapan. Menyisakan bagian kosong di tengah ruangan, tempat tep pemutar kaset, pengeras suara dan seorang pemandu acara.
Maka dimulailah acara tersebut. Pemandu permainan akan memegang sebuah selendang, kemudian mulai memutar kaset, menyetel lagu tradisional, suara lagu terdengar dari pengeras suara. Selendang pertama-tama diberikan pemandu acara ke salah satu bujang, lantas bujang yg beruntung ini akan bergegas berdiri, membawa selendang tersebut ke seberang, tempat gadis-gadis duduk, memilih salah satu diantara mereka, menyerahkan selendang itu, lantas kembali ke bagian cowok duduk. Gadis yang beruntung ini, sambil malu2, berdiri segera, membawa selendang itu ke seberang, kemudian menyerahkan selendang itu ke salah satu bujang (beberapa sih dilempar, karena malu terlalu dekat), dan seterusnya, dan seterusnya.
Nah, pemandu acara pada menit kesekian, tiba-tiba mematikan tape, lagu terhenti, dan orang terakhir yg memegang selendang itu aduh 'malang' nasibnya, harus dihukum bersama dengan orang sebelumnya yg menyerahkan selendang. Tentu saja pasangan, bujang, gadis. Maka pasangan ini diminta maju ke tengah-tengah ruangan, sambil disoraki digoda oleh peserta lain, dihukum oleh pemandu acara. Hukumannya simpel, kadang menyanyi, kadang berpantun, kadang menari, apa saja yang ada di kepala pemandu acara dan peserta permainan.
Menyaksikan permainan 'tukar selendang' selalu seru. Apalagi yg terlibat dalam permainan. Mereka berbisik-bisik, tertawa, saling menilai, malu-malu, bersemu merah, dan sebagainya seperti halnya orang-orang yang berkenalan satu sama lain. Permainan ini berlangsung 1-2 jam, dibawah pengawasan penuh orang tua, dan tidak diijinkan untuk berlebihan. Maka, muda-mudi yang datang dari berbagai kampung, dari kedua belah pihak mempelai, bisa saling mengenal dengan cepat dalam situasi yang pantas. Satu-dua, jika merasa memiliki ketertarikan, setelah acara tersebut, esok lusa, si bujang tampan dengan badan panas-dingin, berpakaian paling keren, memberanikan diri bertamu ke rumah si gadis. Berkenalan dengan keluarganya, minta ijin bicara dengan si gadis, ngobrol untuk lebih mengenal satu sama lain, sementara orang tua si gadis menguping, dan berdehem-dehem pura-pura tdk memperhatikan.
Tidak semua berjalan lancar, ada yang tertolak, ada yang patah hati. Ada yang nekad membawa tangga, lantas memanjat mendekati jendela kamar si gadis, kemudian jreng-jreng bernyanyi lagu cinta untuk menarik perhatian. Namanya juga cinta, semua dilakukan demi atas nama cinta. Tapi itu proses yg terkendali, paham batas2nya, dan dilandasi niat baik, ingin serius berkeluarga--bukan untuk iseng. Jika semua lancar, proses perjodohan itu akan dilanjutkan dengan pembicaraan antar keluarga, dan pernikahan segera dilangsungkan. Saat pernikahan dilangsungkan, lagi-lagi permainan 'tukar selendang' digelar, untuk mempertemukan muda-mudi berikutnya yang hendak menikah.

No comments:

Post a Comment