Monday, April 27, 2015

Pengawetan Ikan Segar



Latar Belakang
Sejak dahulu manusia telah memanfaatkan ikan sebagai salah satu bahan pangan karena banyak mengandung protein. Protein ikan sangat diperlukan oleh manusia karena selain lebih mudah dicerna juga mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang ada dalam tubuh manusia. Namun tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH yang cenderung netral, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan melalui proses pengawetan.
Pengawetan ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menurunkan suhu dengan menggunakan es, menaikan suhu dengan pengasapan, mengurangi kadar air dengan pengeringan, menambahkan zat kimia pengawet dan menggunakan ruang hampa udara. Meskipun beragamnya cara untuk mengawetkan ikan, kenyataan di lapang menunjukan bahwa formalin lebih banyak digunakan sebagai bahan pengawet daging dan ikan (Eni Purwani, 2008).
Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagen serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare dan kencing bercampur darah dan apabila terhirup akan menyebabkan iritasi hidung, tenggorokan dan mata (Winarno, 2004).
Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa rempah-rempah ternyata banyak mengandung zat antimikroba yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Pala merupakan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan setiap bagiannya dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Fuli dan biji pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman, sedangkan daging buah pala hanya sebagian digunakan sebagai bahan olahan pangan seperti manisan, asinan atau sirup pala, dan sebagian besar dibuang sebagai limbah.
Daging buah pala mengandung senyawa-senyawa antibakterial dan antioksidan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan daging buah pala yang dicampur dengan garam sebagai pengawet ikan alami yang murah dan tidak berbahaya bagi tubuh.

PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas ada beberapa permasalahan yang harus diteliti yaitu pemakaian pala, dosis yang efektif dan efisien, dan mutu ikan sebelum dan setelah pengawetan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan beberapa variabel, yaitu perbandingan antara berat ikan, berat pala dan garam serta pengaruh waktu pengawetan dari tiap perbandingan tersebut terhadap penurunan mutu ikan. Perlakuan terhadap suhu pada setiap variabel adalah sama yaitu temperatur ruang.
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari salah satu alternatif bahan pengawet ikan alami dengan pemanfaatan daging buah pala. Selain itu juga untuk mengetahui komposisi campuran antara daging buah pala dan garam yang tepat sebagai bahan pengawet ikan yang dapat disimpan pada suhu kamar, penurunan mutu yang terjadi selama pengawetan ikan dan mengetahui waktu maksimun pengawetan dari tiap perbandingan campuran sehingga dapat dicapai hasil yang efektif dan efisien.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran dari kegiatan penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif baru dalam ketersediaan bahan pengawet alami yang dapat memperpanjang daya simpan ikan serta menjaga nilai gizi dan meminimalkan penggunaan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan konsumen. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi acuan dalam penelitian lain sehingga akan banyak seminar ilmiah dan jurnal yang diterbitkan berkaitan dengan pemanfaatan buah pala ini.
KEGUNAAN
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai guna daging buah pala yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pengawet ikan alami, diperoleh formula yang dapat digunakan sebagai pengawet ikan alami yang aman terhadap kesehatan manusia, mengetahui waktu efektif penggunaan pala sebagai pengawet dan diharapkan mampu meminimalkan penggunaan formalin dalam pengawetan ikan.


BAHAN PENGAWET IKAN

Bahan pengawet merupakan bahan kimia yang berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan baik yang disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan, proses pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan.
Pengawet memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian penggunaan bahan tambahan diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan makanan tetap sehat. Penggunaan pengawet harus mempertimbangkan keamanan pengawet tersebut, tetapi pada kenyataannya masih sering terjadi dalam penggunaan pengawet, tanpa mengindahkan kesehatan konsumen seperti penggunaan formalin pada pengawetan ikan.
PERUBAHAN KUALITAS PADA IKAN
Memang sulit untuk mempertahankan kesegaran ikan sampai ke tangan konsumen, karena ikan merupakan komoditi yang mudah membusuk. Ikan mulai mengalami pembusukan sejak pertama kali ditangkap.
Adapun yang dimaksud ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya. Dengan kata lain ikan segar adalah :
1. Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut.
2. Ikan yang belum mengalami perubahan fisik maupunn kimiawi atau yang masih mempunyai sifat sama seperti ketika ditangkap.
Proses perubahan pada tubuh ikan terjadi karena adanya aktifitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik maupun kimiawi berlangsung lebih cepat. Semua perubahan ini akhirnya mengarah kepada pembusukan. Seluruh permukaan tubuh ikan yang sedang mengalami proses pembusukan akan dipenuhi lendir.
BAKTERI PEMBUSUK PADA IKAN
Salah satu sebab busuknya hasil perikanan adalah adanya aktivitas bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk ini sudah ada sejak ikan masih hidup, tetapi

aktivitas bakteri pembusuk ini baru terdeteksi ketika ikan dipanen atau ditangkap. Bakteri pembusuk penyebab busuknya hasil perikanan antara lain Pseudomonas, Archromobacter, Flavobacterium, Coryneform, dan Micrococcus.
BUAH PALA Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting sejak masa Romawi. Pala disebut-sebut dalam ensiklopedia karya Plinius "Si Tua". Semenjak zaman eksplorasi Eropa pala tersebar luas di daerah tropika lain seperti Mauritius dan Karibia (Grenada). Istilah pala juga dipakai untuk biji pala yang diperdagangkan. Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga dikenal pohon jantan dan pohon betina. Daunnya berbentuk elips langsing. Buahnya berbentuk lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan beraroma khas karena mengandung minyak atsiri pada daging buahnya. Bila masak, kulit dan daging buah membuka dan biji akan terlihat terbungkus fuli yang berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu biji berwarna coklat.
Pala dipanen biji, salut bijinya (arillus), dan daging buahnya. Dalam perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus atau macis. Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex. Panen pertama dilakukan 7 sampai 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan mencapai kemampuan produksi maksimum setelah 25 tahun. Tumbuhnya dapat mencapai 20m dan usianya bisa mencapai ratusan tahun.
Di Indonesia dikenal beberapa jenis pala, yaitu :
1. Myristica fragrans, yang merupakan jenis utama dan mendominasi jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Tanaman ini merupakan tanaman asli pulau Banda.
2. M. argenta Warb, lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dari Papua, khususnya di daerah kepala burung, mutunya dibawah pala Banda.
3. M. scheffert Warb. terdapat di hutan-hutan Papua.
4. M. speciosa, terdapat di pulau Bacan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.
5
5. M. succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.Komposisi Kimia dan Manfaat Pala
Dari seluruh bagian tanaman pala yang mepunyai nilai ekonomis adalah buahnya yang terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli, tempurung dan biji. Perbandingan dari keempat bagian tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah. Daging buah pala cukup tebal dan beratnya lebih dari 70% dari berat buah, berwarna putih kekuning-kuningan, berisi cairan bergetah yang encer, rasanya sepet dan mempunyai sifat astringensia. Oleh karena itu jika buah masih mentah, daging buah pala tidak bisa dikonsumsi langsung tetapi dapat diolah menjadi berbagai produk panganDi beberapa negara Eropa, biji pala digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan sup. Fulinya lebih disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar, dan kecap. Menurut Rismunandar (1990), minyak atsiri dalam daging buah pala mengandung komponen myristicin dan monoterpen. Komponen myristicin dalam daging buah pala dapat menimbulkan rasa kantuk.
Buah Pala Sebagai Antibakterial Kuat
Frederick Power dan Arthur Henry Salway merupakan orang pertama yang mengetahui kandungan senyawa dalam pala dengan cara isolasi kemudian mengidentifikasi senyawa tersebut pada tahun 1907-1908. Pada tahun 1960-an, senyawa lainnya dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik modern seperti gas-cair kromatografi. Camphene dan pinene merupakan senyawa utama dari minyak atsiri. Namun sekarang diketahui bahwa terdapat senyawa lain seperti sabinene. Keberadaan camphene dan sabinene saling bergantian dan mempunyai kandungan 50% dari minyak atsiri pala.
Menurut Dorman et al. dalam Nurdjannah (2007) komponen utama minyak biji pala adalah terpen, terpen alcohol dan fenolik eter. Komponen monoterpen hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak pala terdiri
Bagian buah
Persentase basah (%)
Persentase kering angina (%)
Daging
Fuli
Tempurung
Biji
77,8
4

7
atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene (7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%), diikuti safrole (3,9%) dan metil eugenol (1,8%). Selanjutnya Dorman et al., (2004) menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentifikasi dalam minyak pala (sejumlah 92,1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan (hydrodistillation) menggunakan alat penyuling minyak. Pada prinsipnya komponen minyak tersebut teridentifikasi sebagai α-pinen (22,0%) dan β– pinen (21,5%), sabinen (15,4), myristicin (9,4), dan terpinen–4-ol(5,7). Minyak fuli mengandung lebih banyak myristicin daripada minyak pala.
Berdasarkan informasi diatas diketahui bahwa semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis, baik di pasar nasional maupun pasar internasional. Pemanfaatan buah pala yang belum optimal, hendaknya perlu dilakukan inovasi agar dapat menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pala dan tidak hanya tergantung pada penjualan biji pala saja.
Komponen Biokatif Pada Buah Pala
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu tanaman obat indigenus dari Indonesia yang sering digunakan sebagai bahan penyegar dan obat-obatan. Komponen bioaktif pada pala terutama elemicin, safrol, myristicin dan lignan. Pala memiliki potensi bioaktif yang menguntungkan antara lain sebagai antioksidan, antibakteri, antivirus, dan juga memiliki aktivitas sebagai antikanker. Di samping itu, pala juga memiliki efek negatif terhadap tubuh manusia, terutama karena sifatnya yang psikotropik pada dosis tinggi (Marzuki, 2007).
Aktivitas Sebagai Antimikrobial
Potensi ekstrak pala sebagai antimikroba pala telah diketahui melalui metode pengukuran MIC (Minimum Inhibitory Concentration) (Hirasa dan Takemasa, 1998). MIC adalah konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam.
8
Sifat anti jamur, anti bakteri dan antioksidan minyak pala dan ekstrak aseton pala telah diuji oleh Guridip et al., 2006. Minyak atsiri pala memiliki aktivitas penghambatan terhadap Fusarium graminearum pada seluruh dosis uji.
METODE PELAKSANAAN PROGRAM
Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas, Merupakan variabel yang menjadi faktor pokok masalah dalam suatu penelitian, dimana pada penelitian ini adalah variabel bebasnya adalah pengawetan ikan dengan menggunakan limbah daging buah pala.
b. Variabel Tergantung, Merupakan variabel yang besarnya tergantung dan dipengaruhi oleh variabel bebas, dimana pada penelitian ini variabel tergantungnya adalah efektivitas senyawa antimikroba dan antioksidan dari buah pala terhadap pengawetan ikan segar.
c. Variabel Kontrol, Merupakan variabel yang harus dikendalikan dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk mendukung keberhasilan penelitian tersebut. Pada penelitian ini variabel kontrolnya adalah perbandingan antara berat ikan dengan pala dan garam, dan juga pengaruh waktu pengawetan terhadap kualitas ikan.
Metode PenelitianDaging buah pala yang telah dihaluskan dicampur dengan garam kemudian dilumurkan pada ikan, kemudian dikemas dalam ember-ember sesuai dengan kode perlakuan untuk ditempatkan dalam ruang penyimpanan pada suhu kamar atau suhu ruang. Lama pengamatan 6 hari, pengamatan ikan dilakukan pada 0 hari setelah 8 jam perlakuan untuk pengamatan ke 1,dan setiap 2 hari sekali pada pengamatan berikutnya dan diuji kualitasnya baik secara kimia, mikrobiologis dan kimia.kimia yang meliputi kadar air, kadar protein, TVB dan TMA yang dilakukan pada ikan segar yang belum diberikan perlakuan dan juga sampel pada setiap pengamatan.
Proses Penambahan Campuran Buah Pala dan Garam Pada Ikan Segar :
Pada prinsipnya proses penambahan kombinasi campuran pala dan garam pada ikan segar meliputi : pengupasan kulit pala, penghalusan daging buah pala, pencampuran dengan garam dan pembersihan ikan segar. Kemudian pencampuran bahan yang terdiri dari pelumuran campuran pala dan garam pada ikan segar dan pengemasannya. Tahap pencampuran pala dan garam memegang peranan yang sangat penting. Perbandingan campuran harus dicampur agar memudahkan dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir ditentukan oleh perbandingan campuran bahan dan proses yang dilakukan.
Ikan segar bebas formalin dicuci bersih, ditiriskan dan ditimbang sesuai kebutuhan. Daging buah pala yang telah dihaluskan dan dicampur dengan garam ditimbang sesuai kebutuhan ikan yang telah dipersiapkan

No comments:

Post a Comment